Cast: Kim Minyoung (Ellin) of Crayon Pop and Cha Hakyeon (N) of VIXX
Genre: Angst(?)
Rating: PG-13/K+ (Just because a single curse word :"))
Word counts: 580 words
A/N: Based on VIXX LR's Beautiful Liar MV. Not exactly the same, but well, there is similarities. Gonna make another version based on some lyrics of the song and then translate these two fics into English.
Minyoung
memberikan sebuah kartu undangan kepada Hakyeon. Hakyeon mengambil kartu
tersebut dari tangan Minyoung dengan mengatakan apapun. Tanpa perlu bertanya
pun Hakyeon sudah tahu kartu undangan apa itu. Kartu undangan pernikahan
Minyoung dengan Hongbin, lelaki yang dijodohkan dengannya. Hakyeon sama sekali
tidak melirik ke arah Minyoung, matanya hanya menerawang ke depan dengan
tatapan kosong. Seolah-olah Minyoung tidak ada di sana. Minyoung menghembuskan
nafas gusar. Ia lalu mulai mengemasi barang-barangnya yang masih tertinggal di
apartemen mereka—yang sejak sebulan lalu menjadi milik Hakyeon sepenuhnya.
Minyoung
memasukkan barang-barangnya ke dalam sebuah kotak dengan gerakan kasar,
menandakan bahwa ia masih tak menerima kenyataan yang mereka hadapi. Minyoung
masih mencintai Hakyeon, dan Hakyeon tahu itu. Hakyeon sebenarnya juga sangat
mencintai Minyoung, tapi Minyoung mengira ia masih mencintai orang yang dulu
pernah bersamanya, sampai detik ini. Hakyeon sebenarnya ingin jujur akan
perasaannya, tapi Minyoung mendeklarasikan kekalahannya sebelum ia sempat
mengatakannya. Minyoung menyerah, ia menyudahi hubungan mereka dan menerima
perjodohan yang diatur oleh orang tuanya.
Setelah Minyoung
selesai berkemas, mereka duduk berhadapan di ruang makan. Tak seorangpun
berniat memecah keheningan menyesakkan yang berada di antara mereka. Minyoung
menatap Hakyeon, berusaha mencari harapan terakhir dari matanya. Entah itu
sorot mata penyesalan, kesedihan, atau amarah. Apapun, asal itu bisa menjadi
alasannya untuk tetap bersama Hakyeon. Namun nihil, mata Hakyeon tetap kosong.
Ia sudah terlatih menyembunyikan perasaannya. Mata adalah jendela jiwa, tapi
itu tidak berlaku untuk Hakyeon. Mata kelamnya sudah lihai mengubur berbagai
emosi yang berkecamuk dalam hatinya. Berbeda dengan mata Minyoung yang dengan
jelasnya menampilkan kekecewaan. Mata indah nan ekspresif itu dibasahi air
mata.
Minyoung merogoh
tas tangannya dan mengeluarkan serangkaian kunci, kunci-kunci duplikat
apartemen mereka yang dimilikinya. Ia meletakkan kunci-kunci itu di tengah meja
makan, matanya masih menatap Hakyeon. Hakyeon perlahan mengulurkan tangannya,
hendak mengambil kunci-kunci itu, tetapi tangannya malah menepis kunci-kunci
itu hingga terlempar dari meja makan. Minyoung menatapnya nanar, sedangkan
Hakyeon mulai resah.
‘Sial,’ batin
Hakyeon panik. ‘‘Dia’ mulai mengambil alih.’
Minyoung masih
menatap Hakyeon. Airmata siap meluncur dari mata indahnya. Minyoung dengan
cepat berdiri dan merapikan pakaiannya yang agak kusut. Ia lalu tersenyum
getir, matanya masih sarat akan kekecewaan. Minyoung berbalik, dan mulai
melangkah meninggalkan ruang makan. ‘Ia’ yang di dalam alam bawah sadar Hakyeon
mulai memberontak, ‘ia’ ingin menahan Minyoung. Hakyeon berusaha sekuat tenaga
menahan’nya’.
“Apa yang ‘kau’
lakukan?” desis Hakyeon kepada dirinya sendiri.
‘Menghentikan
semua ini sebelum kau menyesal,’ balas’nya’.
Hakyeon
mengerutkan dahi, tak suka dengan ide’nya’. ‘Jangan ikut campur dalam
keputusanku.’
‘’Aku’ berhak
ikut campur. ‘Aku’ adalah dirimu. ‘Aku’ tidak akan membiarkanmu melepaskannya.’
‘Ini jalan
terbaik untuknya.’
‘Tapi bukan
untuk ‘kita’. Kau mencintainya bukan?’
‘Aku tidak
mencintainya. ‘Kau’ yang mencintainya.’
‘Jangan
membohongi dirimu sendiri. Kau juga mencintainya. ‘Kita’ mencintainya.’
‘Aku tidak
membohongi siapapun.’
‘Teruslah
tenggelam dalam kebohonganmu. ‘Aku’ akan mengejarnya.’
‘Biarkan dia
pergi. Dia lebih bahagia tanpa aku, tanpa ‘kita’.’
‘Kau bercanda?
Kau tidak lihat matanya yang masih mengharapkanmu?’
‘Aku tidak
melihat apapun.’
‘Terserahmu! ‘Aku’
yang akan menahannya!’
‘Ia’ berontak
untuk mengambil alih tubuh Hakyeon lebih kuat. Hakyeon terus melawan’nya’,
hingga Minyoung berada di luar apartemen, bersiap menutup pintu. Kemudian suara
debaman pintu terdengar. “Kau terlambat,” desis Hakyeon mengejek, lebih kepada
dirinya sendiri daripada kepada’nya’.
‘Kau pikir ini
semua gara-gara siapa? Kau! Kau dan ego-mu yang terlalu tinggi!’
Hakyeon tertawa
pelan, tawa yang getir dan penuh dengan penyesalan. ‘Ia’ menatap Hakyeon geram. ‘Sesalilah keputusan bodohmu. ‘Aku’ akan kembali tidur,’ ujarnya, lalu
menghilang.
Tawa Hakyeon
mengecil perlahan. Ia menundukkan kepalanya dan menutup wajahnya dengan satu
tangan. Airmatanya jatuh. Pertahanannya runtuh, mengikuti hatinya yang hancur. “Maafkan
aku, Minyoung-ah...”
A/N: Okay, this is not that good. I'm sorry ;-;